A.
Pengertian dan Karakteristik Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah
Bahasa Indonesia
sebagaimana bahasa pada umumnya,
digunakan untuk tujuan tertentu dan konteks ini akan menentukan ragam Bahasa
Indonesia yang harus digunakan. Seseorang yang menggunakan Bahasa Indonesia
dalam orasi politik, misalnya, akan menggunakan ragam yang berbeda dari orang
lain yang menggunakannya untuk menyampaikan khotbah Jum’at atau bahan kuliah. Mahasiswa
disadarkan bahwa dalam dunia akademik/ilmiah, ragam bahasa Indonesia yang
digunakan adalah ragam ilmiah, yang memiliki ciri khas: cendekia, lugas dan jelas,
menghindari kalimat fragmentaris, bertolak dari gagasan, formal dan objektif,
ringkas dan padat, dan konsisten. Mahasiswa dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran
yang mendukung tumbuhnya pemahaman mereka terhadap pengertian Bahasa Indonesia
ragam ilmiah.
Bahasa Indonesia ragam ilmiah merupakan
salah satu bahasa Indonesia yang digunakan dalam menulis karya ilmiah. Kegiatan
ilmiah biasanya bersifat resmi. Sebagai kegiatan yang bersifat resmi, ragam bahasa
Indonesia yang digunakan dalam kegiatan ini adalah ragam bahasa Indonesia baku.
Bahasa Indonesia ragam ilmiah merupakan
ragam bahasa berdasarkan pengelompokkan menurut jenis pemakaiannya dalam bidang
kegiatan sesuai dengan sifat keilmuannya. Bahasa Indonesia harus memenuh isyarat
diantaranya benar (sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku), logis, cermat dan
sistematis.
Bahasa Indonesia ilmiah merupakan bahasa
yang digunakan dalam menulis karya ilmiah. Mengapa misalkan bahasa Indonesia
ini digunakan dalam karya ilmiah. Hal itu dikarenakan bahwa :
Karya ilmiah memiliki tujuan dan khalayak
sasaran yang jelas. Meskipun demikian, dalam karya ilmiah, aspek komunikasi tetap
memegang peranan utama. Oleh karenanya, berbagai kemungkinan untuk penyampaian
yang komunikatif tetap harus dipikirkan. Penulisan karya ilmiah bukan hanya untuk
mengekspresikan pikiran tetapi untuk menyampaikan hasil penelitian. Kita harus dapat
meyakinkan pembaca akan kebenaran hasil yang kita temukan di lapangan. Dapat pula,
kita menumbangkan sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita. Jadi, sebuah karya
ilmiah tetap harus dapat secara jelas menyampaikan pesan kepada pembacanya.
Meski
sama-sama baku, tetapi ada perbedaan dalam penggunaan bahasa Indonesia baku untuk
kegiatan kenegaran dengan untuk kegiatan ilmiah. Dalam kegiatan ilmiah,
penggunaan bahasa Indonesia yang baku harus sesuai dengan sifat keilmuan yang
meliputi: benar, logis cermat dan sistematis. Selain itu, menurut Nazar (2004:
8), penggunaan bahasa Indonesia dalam kegiatan ilmiah, baik apakah itu dalam bentuk
tulis maupun lisan, yang juga harus diperhatikan adalah kelengkapan,
kecermatan, dan kejelasan pengungkapan ide. Ini dilakukan untuk menghindari terjadinya
salah tafsir dalam kegiatan ilmiah.
Persyaratan bagi sebuah tulisan untuk dianggap sebagai karya
ilmiah adalah sebagai berikut (Brotowidjojo, 1988: 15-16).
1.
Karya
ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan aplikasi
hokum alam pada situasi spesifik.
2.
Karya
ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan tidak bersifat terkaan.
Dalam pengertian jujur terkandung sikap etik penulisan ilmiah, yakni penyebutan
rujukan dan kutipan yang jelas.
3.
Karya
ilmiah disusun secara sistematis, setiap langkah direncanakan secara terkendali,
konseptual, dan prosedural.
4.
Karya
ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan alasan yang
indusif yang mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan.
5.
Karya
ilmiah mengandung pandangan yang disertai dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu
hipotesis.
6.
Karya
ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa karya ilmiah hanya mengandung
kebenaran faktual sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang bernada keraguan.
Penulis karya ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, tidak bersifat ambisius dan
berprasangka. Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif.
7.
Karya
ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika pada akhirnya timbul kesan
argumentatif dan persuasif, hal itu ditimbulkan oleh penyusunan kerangka karangan
yang cermat. Dengan demikian, fakta dan hokum alam yang diterapkan pada situasi
spesifik itu dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca dibiarkan mengambil kesimpulan
sendiri berupa pembenaran dan keyakinan akan kebenaran karya ilmiah tersebut.
Bahasa Indonesia ragam ilmiah memiliki karakteristik sebagai
berikut :
1.
Cendekia
Bahasa Indonesia
ragam ilmiah bersifat cendekia. Artinya, bahasa ilmiah itu mampu
digunakan secara tepat untuk mengungkapkan hasil berpikir logis. Bahasa yang
cendekia mampu membentuk pernyataan yang tepat dan seksama sehingga gagasan
yang disampaikan penulis dapat diterima secara tepat oleh pembaca. Kalimat-kalimat
yang digunakan mencerminkan ketelitian yang objektif sehingga suku-suku kalimatnya
mirip dengan proposisi logika. Karena itu, apabila sebuah kalimat digunakan untuk
mengungkapkan dua buah gagasan yang memiliki hubungan kausalitas, dua gagasan beserta
hubungannya itu harus tampak secara jelas dalam kalimat yang mewadahinya.
Perhatikan contoh kalimat cendekia di bawah ini!
(1)
Kemajuan
informasi pada era globalisasi ini dikhawatirkan akan terjadi pergeseran nilai-nilai
moral bangsa Indonesia terutama pengaruh budaya barat yang masuk ke negara
Indonesia yang dimungkinkan tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan
moral bangsa Indonesia.
(2)
Pada
era globalisasi informasi ini dikhawatirkan akan terjadi pergeseran nilai-nilai
moral bangsa Indonesia terutama karena pengaruh budaya barat yang masuk ke Indonesia.
Contoh kalimat (2) di atas secara jelas mampu menunjukkan
hubungan kausalitas, tetapi hal itu tidak terungkap secara jelas pada contoh
(1). Kecendekiaan bahasa juga tampak pada ketepatan dan keseksamaan penggunaan
kata. Karena itu, bentukan kata yang dipilih harus disesuaikan dengan
muatan isi pesan yang akan disampaikan.
(3)
(4)
pemaparan
paparan
pembuatan
buatan
pembahasan
bahasan
pemerian
perian
Kata-kata pada contoh (3) menggambarkan suatu
proses, sedangkan contoh (4) menggambarkan suatu hasil. Dalam pemakaian bahasa
ilmiah, penggunaan kedua jenis bentukan kata tersebut perlu dilakukan secara cermat.
Kalau paparan itu mengacu pada proses, kata-kata yang cocok adalah
kata-kata pada contoh (3), tetapi kalau paparan itu mengacu pada hasil,
kata·kata yang cocok adalah kata-kata pada contoh (4).
(5)
Karena
sulit, maka pengambilan data
dilakukan secara tidak langsung. Menurut para ahli psikologi bahwa korteks adalah pusat otak yang
paling rumit.
(6)
Karena
sulit, pengambilan data dilakukan secara tidak langsung. Menurut para ahli psikologi
korteks adalah pusat otak yang paling rumit.
Kecendekiaan
juga berhubungan dengan kecermatan memilih kata. Suatu kata dipilih secara cermat
apabila kata itu tidak mubazir, tidak rancu, dan bersifat idiomatis. Pilihan
kata maka dan bahwa pada contoh (5) termasuk mubazir. Oleh sebab itu, kata
tersebut perlu dihilangkan sebagaimana contoh (6).
(7)
Meskipun sudah diuraikan, namun
paparannya belum jelas .
Meskipun sudah diuraikan, papararnya belum
jelas .
Paparannya sudah diuraikan, namun belum
jelas.
(8)
Mulai
sejak penentuan
masalah penelitian itu tidak jelas arahnya.
Mulaipenentuan masalah, penelitian
itu tidak jelas arahnya.
Sejak penentuan masalah, penelitian
itu tidak jelas arahnya.
Kerancuan pilihan kata dalam artikel
ilmiah perlu dihindari. Kerancuan pilihan kata pada umumnya
terjadi karena dua struktur kalimat yang digabung menjadi satu.
Untuk membetulkannya perlu dikembalikan pada struktur asal. Pilihan kata meskipun
dan namun serta mulai
dan sejak pada contoh (7) rancu. Untuk itu, perlu dikembalikan pada
struktur asal sebagaimana contoh (8).
(9)
Peneliti
terdiri orang-orang yang
mewakili lembaga.
Hubungan rumusan masalah dengan simpulan tidak cocok.
(10)
Peneliti
terdiri atas orang·orang yang
mewakili lembaga.
Hubungan rumusan masalah dan simpulan tidak cocok.
Kata-kata yang
barsifat idiomatis perlu dipilih secara cermat. Pilihan kata
idiomatis yang tidak cermat tampak pada contoh (9) terdiri dan dengan. Pilihan kata
yang cermat tampak pada contoh (10).
2. Lugas dan Jelas
Sifat
lugas dan jelas dimaknai bahwa bahasa Indonesia mampu menyampaikan gagasan ilmiah
secara jelas dan tepat. Untuk itu, setiap gagasan diungkapkan secara langsung
sehingga makna yang ditimbulkan adalah makna lugas. Pemaparan bahasa Indonesia
yang lugas akan menghindari kesalahpahaman dan kesalahan menafsirkan isi
kalimat. Penulisan yang bernada sastra pun perlu dihindari. Gagasan akan mudah
dipahami apabila dituangkan dalam bahasa yang jelas dan hubungan antara gagasan
yang satu dengan yang lain juga jelas. Kalimat yang tidak jelas umumnya akan
muncul pada kalimat yang sangat panjang.
Perhatikan
contoh kalimat lugas di bawah ini!
(1)
Para
pendidik yang kadangkala atau bahkan sering kena getahnya oleh ulah
sebagian, anak-anak mempunyai tugas yang tidak bisa dikatakan ringan.
(2)
Para
pendidik yang kadang-kadang atau bahkan sering terkena akibat
ulah sebagian anak-anak mempunyai tugas yang berat.
Kalimat (1)
bermakna tidak lugas. Hal itu tampak pada pilihan kata kena getahnya dan
tidak bisa dikatakan ringan.Kedua ungkapan itu tidak mampu mengungkapkan
gagasan secara lugas.Kedua ungkapan itu dapat diganti terkena akibat dan
berat yang memiliki makna langsung, separti kalimat (2).
Perhatikan
contoh kalimat jelas berikut!
(3)
Penanaman
moral di sekolah sebenarnya merupakan kelanjutan dari
penanaman moral di rumah yang dilakukan melalui mata pelajaran Pendidikan Moral
Paneasila yang merupakan mata pelajaran paling strategis karena langsung
menyangkut tentang moral Paneasila, juga diintegrasikan ke dalam mata
pelajaran-mata pelajaran Agama, IPS, Sejarah, PSPB, dan Kesenian.
(4)
Penanaman
moral di sekolah sebenarnya merupakan kelanjutan dari penanaman
moral di rumah. Penanaman moral di Sekolah dilaksanakan
melalui mata pelajaran Pendidikan Moral Paneasila yang merupakan mata pelajaran
paling strategis karena langsung menyangkut tentang moral Paneasila. Di samping
itu, penanaman moral Pancasila juga diintegrasikan ke dalam mata
pelajararan-mata pelajaran Agama, IPS, Sejarah, PSPB, dan Kesenian.
Contoh (3)
tidak mampu mengungkapkan gagasan secara jelas, antara lain karena kalimat
terlalu panjang. Kalimat yang panjang itu manyebabkan kaburnya hubungan
antargagasan yang disampaikan. Hal itu berbeda dengan contoh (4),
kalimat-kalimatnya pendek sehingga mampu mengungkapkan gagasan secara jelas.
Ini tidak berarti bahwa dalam menulis artikel ilmiah tidak dibenarkan membuat
kalimat panjang.Kalimat panjang boleh digunakan asalkan penulis cermat dalam
menyusun kalimat sehingga hubungan antargagasan dapat diikuti secara jelas.
Untuk
membentuk kalimat yang memiliki gagasan yang jelas diperlukan kiat khusus.
Gagasan yang akan dituangkan ditata secara sistematis. Dengan tataan itu
dapat ditentukan apakah sebuah gagasan dituangkan dalam sebuah kalimat atau
dalam sejumlah kalimat. Jika gagasan itu cukup dituangkan dalam sebuah kalimat,
tidak perlu gagasan itu dituangkan dalam sejumlah kalimat.Sebaliknya, apabila
sebuah gagasan tidak cukup diungkap dalam sebuah kalimat, jangan dipaksa
diungkap dalam sebuah kalimat. Kalimat (3) berisi gagasan yang tidak dapat
diungkap dalam sebuah kalimat. Untuk itu, kalimat (3) perlu dipecah sebagaimana
tertera pada kalimat (4).
(5)
Pendidikan
teknologi perlu dimulai dan digalakkan untuk segenap lapisan masyarakat.
Sehingga masyarakat tidak buta teknologi, termasuk di dalamnya teknologi
mutakhir.
(6)
Pendidikan
teknologi perlu dimulai dan digalakkan untuk seganap lapisan masyarakat
sehingga masyarakat tidak buta teknologi, termasuk di dalamnya teknologi
mutakhir.
Contoh (5)
berikut merupakan contoh pengungkapan gagasan yang salah. Gagasan pada
contoh (5) seharusnya diungkap sebagaimana contoh (6).
3.
Menghindari
Kalimat Fragmentaris
Bahasa Indonesia ragam ilmiah juga menghindari penggunaan
kalimat fragmentaris.Kalimat fragmentaris adalah kalimat yang belum selesai.
Kalimat terjadi antara lain karena adannya keinginan penulis menggunakan
gagasan dalam beberapa kalimat tanpa menyadari kesatuan gagasan yang
diungkapkan.
Perhatikan contoh kalimat fragmentaris di bawah ini!
4.
Bertolak dari
Gagasan
Bahasa ilmiah
digunakan dengan orientasi gagasan. Bahasa Indonesia ragam ilmiah mempunyai sifat bertolak
dari gagasan.
Artinya,
penonjolan diadakan pada gagasan atau hal yang diungkapkan dan tidak pada
penulis.
Implikasinya,
kalimat-kalimat yang digunakan didominasi oleh kalimat pasif sehingga kalimat
aktif dengan penulis sebagai pelaku perlu dihindari.
Perhatikan contoh kalimat bertolak dari gagasan di bawah ini!
(1)
Dari
uraian tadi penulis dapat menyimpulkan bahwa menumbuhkan dan membina anak
berbakat sangat penting.
(2)
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menumbuhkan dan membina anak berbakat
sangat penting.
Contoh
kalimat (1) beroriantasi pada penulis. Hal itu tampak pada pemilihan kata
penulis (yang menjadi sentral) pada kalimat tersebut. Contoh (2) berorientasi
pada gagasan dengan menyembunyikan kehadiran penulis. Untuk menghindari
hadirnya pelaku dalam paparan, disarankan menggunakan kalimat pasif. Orientasi
pelaku yang bukan penulis yang tidak berorientasi pada gagasan juga perlu
dihindari. Oleh sebab itu, paparan yang melibatkan pembaca dalam
kalimat perlu dihindari.
Perhatikan
contoh kalimat di
bawah ini!
(3)
Kita
tahu bahwa pendidikan di lingkungan keluarga sangat penting dalam pananaman
moral Pancasila.
(4)
Perlu
diketahui bahwa pandidikan di lingkungan keluarga sangat penting dalam
pananaman moral Pancasila.
Contoh (3)
merupakan penyempurnaan dari contoh (4) yang berorientasi pada pelaku bukan
penulis. Dari Contoh-contoh
di atas, bukan berarti bahwa kalimat aktif tidak boleh digunakan dalam karangan
ilmiah. Kalimat aktif yang berorientasi pada gagasan dapat digunakan
sebagaimana contoh
berikut.
(5)
Soedjito
(1998) menyatakan bahwa yang paling berpengaruh pada mutu proses balajar
mengajar adalah sistem penilaian.
(6)
Perkembangan
teknologi komputer berjalan sangat cepat.
5.
Formal
Bahasa yang digunakan dalam komunikasi ilmiah bersifat
formal.
Tingkat
keformalan bahasa dalam tulisan ilmiah dapat dilihat pada kosa kata, bentukan
kata, dan kalimat.
Bentukan kata
yang formal adalah bentukan kata yang lengkap dan utuh sesuai dengan aturan
pembentukan kata dalam bahasa Indonesia. Kalimat formal dalam tulisan ilmiah dicirikan oleh
kelengkapan unsur wajib (subyek dan predikat), ketepatan penggunaan kata fungsi
atau kata tugas, kebernalaran isi, dan tampilan esei formal.
Perhatikan
contoh di bawah ini!
(1)
Kata
Formal (2) Kata Informal
Berkata Bilang
Membuat Bikin
Membuat Bikin
Hanya Cuma
Memberi Kasi
Bagi Buat
Daripada Ketimbang
Artikel ilmiah termasuk kategori
paparan yang bersifat teknis. Kosa kata yang digunakan cenderung mengarah pada
kosa kata ilmiah teknis. Kosa kata ilmiah teknis digunakan pada kalangan
khusus, yang jarang dipahami oleh masyarakat umum. Untuk itu, dalam memilih
kosa kata dalam menulis artikel ilmiah, perlu kecermatan agar tidak mengarah
pada kata ilmiah populer. Contoh berikut ini menunjukkan perbedaan kedua jenis
kosa kata tersebut.
(3)
Kata
Ilmiah Teknis (4) Kata Ilmiah Populer
Anarki Kekacauan
Antipati Rasa benci
Antisipasi Perhitungan ke
depan
Argumen Bukti
Ciri formal bahasa tulis ilmiah juga
tampak pada bentukan kata. Bentukan kata yang formal adalah bentukan kata yang
lengkap dan utuh sesuai dengan aturan pembentukan kata dalam bahasa Indonesia.
Bentukan kata yang tidak formal pada umumnya terjadi karena pemberian imbuhan
yang tidak lengkap, proses pembentukannya tidak mengikuti aturan, atau karena
proses pembentukannya mengikuti bahasa lain sebagaimana contoh berikut.
(5) Bentukan
Kata Bernada Formal (6) Bentukan Kata Bernada Informal
Membaca Baca
Menulis Nulis
Tertabrak Ketabrak
Mencuci Nyuci
Mendapat Dapat
Terbentuk Kebentur
Menulis Nulis
Tertabrak Ketabrak
Mencuci Nyuci
Mendapat Dapat
Terbentuk Kebentur
Keformalan kalimat dalam artikei
ilmiah ditandai oleh :
1.
Kelengkapan
unsur wajib (subjek dan predikat),
2.
Ketepatan
panggunaan kata fungsi atau kata tugas,
3.
Kebernalaran
isi, dan
4.
Tampilan
esai formal. Sebuah kalimat dalam artikel ilmiah satidak-tidaknya
memiliki subjek dan predikat.
Perhatikan contoh di bawah
ini!
(7)
Menurut
Valendika (1999) menyatakan bahwa milenium ketiga belum dimulai tahun
2000.
(8)
Valendika
(1999) menyatakan bahwa milenium ketiga belum dimulai. tahun 2000.
Contoh (7)
tidak jelas subjeknya. Siapa yang menyatakan bahwa milenium ketiga belum
dimulai tahun 2000 ? Tentu jawabannya bukan menurut
Valendika, tetapi Valendika sebagaimana
tertuang dalam contoh (8).
Ciri kedua
penulisan kalimat dalam artikel ilmiah adalah ketepatan panggunaan
kata fungsi atau kata tugas. Setiap kata tugas memiliki fungsi yang
berbeda. Oleh sebab itu, ketapatan pamakaian kata tugas dalam menulis
artikel ilmiah perlu mendapat perhatian. Kata tugas pada contoh (9) berikut
digunakan secara tidak tepat, sedangkan kata tugas pada contoh (10)
digunakan secara tepat.
(9)
Setiap
perguruan tinggi wajib melaksanakan pengabdian pada masyarakat.
Saluran irigasi merupakan hal yang sangat vital buat patani.
Saluran irigasi merupakan hal yang sangat vital buat patani.
(10) Setiap perguruan tinggi wajib
melaksanakan pengabdian kepada masyarakat.
Saluran irigasi merupakan hal yang sangat vital bagi petani.
Saluran irigasi merupakan hal yang sangat vital bagi petani.
Ciri
ketiga penulisan kalimat artikel ilmiah adalah kebernalaran isi. Isi
kalimat dapat diterima nalar (akal) sehat.Sebuah kalimat dapat dikatakan
memiliki kebernalaran isi apabila gagasan yang disampaikan dapat dinalarkan
(dapat ditarima akal sehat) dan hubungan antargagasan dalam kalimat dapat
diterima akal sahat (Supamo, dkk, 1998).
Perhatikan gagasan yang disampaikan
pada contoh berikut !
(11) Berbagai temuan baru berhasil diungkap
dalam penelitian ini.
(12) Penelitian ini berhasil mengungkap
berbagai temuan baru
lsi
kalimat (11) tidak bisa diterima akal. Siapa yang barhasil dalam kalimat itu ? Menurut kalimat itu, yang berhasil
adalah berbagai temuan baru itu tidak
masuk akal.Berbagai temuan baru tentu
tidak bisa berhasil.Yang mungkin barhasil adalah penelitian ini sebagaimana
contoh (12).
Perhatikan hubungan antargagasan
dalam kalimat berikut!
(13) Kedudukan pengajaran berbicara tidak
sama dengan pokok bahasan lain, yaitu seperti membaca, kosa kata, struktur,
pragmatik, maupun apresiasi bahasa dan sastra Indonesia.
(14) Kedudukan pengajaran berbicara tidak
sama dengan kedudukan pengajaran yang lain: membaca, kosa kata, struktur,
pragmatik, dan apresiasi bahasa dan sastra Indonesia.
Contoh (14)
telah mampu mengungkapkan penataran dengan benar, berbeda dengan
contoh (13). Hubungan penidaksamaan pengajaran berbicara dan pokok bahasan lain
tidak selaras. Penidaksamaan seharusnya dilakukan antara pengajaran dengan pengajaran,
bukan dengan yang lain.
Ciri ketiga
kalimat artikel ilmiah adalah tampilan esai formal. Cara itu menuntut
pengungkapan gagasan dilakukan secara utuh dalam bentuk kalimat.Rincian gagasan
atau potongan gagasan dalam kalimat diintegrasikan secara langsung dalam
kalimat. Kalimat (15) berikut bukan merupakan tampilan esai formal,
sedangkan kalimaf (16) merupakan kalimat yang bertampilan esai formal yang
dianjurkan digunakan dalam artikel ilmiah.
(15)
Jenis dongeng berdasarkan isinya:
-
Fable
-
Legenda
-
Mite
-
Sage
(16) Dongeng berdasarkan isinya dapat
dibedakan atas empat kategori, yakni:
-
Fable
-
Legenda
-
Mite
-
Sage
6.
Objektif
Bahasa
ilmiah barsifat objektif. Untuk itu, upaya yang dapat ditempuh adalah
menempatkan gagasan sebagai pangkal tolak pengembangan kalimat dan menggunakan
kata dan struktur kalimat yang mampu menyampaikan gagasan secara objektif.
Terwujudnya sifat objektif tidak cukup dengan hanya menempatkan gagasan
sebagai pangkal tolak. Sifat objektif juga diwujudkan dalam panggunaan kata. Kata-kata yang menunjukkan sifat
subjektif tidak digunakan.
Perhatikan
contoh kalimat objektif berikut ini !
(1)
Contoh-Contoh
itu telah memberikan bukti betapa
besarnya peranan orang tua dalam pembentukan kepribadian anak.
Dari paparan tersebut kiranya dapat disimpulkan sebagai
berikut.
(2)
Contoh-Contoh
itu telah memberikan bukti besarnya peranan oraug tua dalam pembemtukan
kepribadian anak. Dari
paparan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut.
Hadirnya kata betapa dan kiranya
pada contoh (1) menimbulkan sifat subjektif. Berbeda dengan
contoh (2) yang tidak mengandung unsur subjektif.
(3)
Abstrak
artikel harus ditulis dalam sebuah
paragraf.
Penelitian pasti diawali adanya masalah.
(4)
Abstrak
artikel ditulis dalam sebuah paragraph.
Penelitian diawali adanya masalah.
Kata-kata yang menunjukkan sikap
ekstrim dapat memberi kesan subjektif dan emosional. Kata-kata seperti harus, wajib, tidak mungkin tidak, pasti, dan selalu perlu dihindari. Penulisan kalimat (3) berikut perlu
dihindari karena barsifat subjektif/emosional. Penulisan kalimat
yang tidak subjektif tampak pada contoh (4).
7.
Ringkas dan Padat
Sifat ringkas
dan padat direalisasikan dengan tidak adanya unsur-unsur bahasa yang mubazir. Itu berarti
menuntut adanya penggunaan bahasa yang hemat. Ciri padat
merujuk pada kandungan gagasan yang diungkapkan dengan unsur-unsur bahasa. Karena itu,
jika gagasan yang terungkap sudah memadai dengan unsur bahasa yang terbatas
tanpa pemborosan, ciri kepadatan sudah terpenuhi.Keringkasan dan kepadatan
penggunaan bahasa tulis ilmiah juga ditandai dengan tidak adanya kalimat atau
paragraf yang berlebihan
dalam tulisan ilmiah.
Perhatikan contoh kalimat ringkas dan padat berikut ini !
(1)
Nilai
etis di atas menjadi pedoman bagi setiap warga negara Indonesia.
(2)
Nilai
etis sebagaimana tersebut pada paparan di
atas menjadi pedoman dan dasar pegangan
hidup dan kehidupan bagi setiap warg/a negara Indonesia.
Contoh (1)
berikut termasuk bahasa ilmiah yang ringkas/padat, sedangkan contoh (2)
adalah bahasa yang tidak ringkas. Hadirnya kata sebagaimana tersebut pada
paparan dan kata dan dasar pegangan hidup dan kehidupan pada kalimat
(2) tidak memberi tambahan makna yang berarti.Dengan demikian, hadirnya kata-kata tersebut mubazir.
(3)
Berdasarkan
hasil pemeriksaan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terungkap
bahwa proyek itu telah dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku. Jadi, tidak ada pelaksanaan proyek yang
menyalahi aturan.Artinya, pelaksanaan proyek itu sudah benar.Isu negatif
yang selama ini berkembang tidak benar.
(4)
Berdasarkan
hasil pemeriksaan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terungkap
bahwa proyek itu telah dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Isu nagatif yang selama ini berkembang tidak benar.
Keringkasan dan kepadatan panggunaan bahasa tulis ilmiah
tidak hanya ditandai dengan tidak adanya kata-kata yang berlebihan,
tetapi juga ditandai dengan tidak adanya kalimat atau paragraf yang
berlebihan dalam artikel ilmiah. Contoh (3) dan (4) berikut dapat memperjelas
keringkasan dan kepadatan bahasa tulis ilmiah. Hadirnya kalimat yang
dicetak miring pada contoh (3) tidak memberi tambahan makna yang berarti.Dengan
demikian, kalimat itu perlu dibuang sebagaimana contoh (4).
8.
Konsisten
Unsur bahasa dan ejaan dalam bahasa tulis ilmiah digunakan
secara konsisten. Sekali sebuah unsur bahasa, tanda baca, tanda-tanda lain, dan
istilah digunakan sesuai dengan kaidah, itu semua selanjutnya digunakan
secara konsisten. Sebagai contoh, kata tugas untuk digunakan untuk
mengantarkan tujuan dan kata tugas bagi mengantarkan objek (Suparno,
1998). Selain itu, apabila pada bagian awal uraian telah terdapat singkatan SMP
(Sekolah Menengah Pertama), pada uraian selanjutnya digunakan singkatan SMP
tersebut.
Perhatikan contoh kalimat konsisten berikut ini !
(1)
Untuk
mengatasi penumpang yang melimpah menjelang dan usai lebaran, pengusaha
angkutan dihimbau mengoperasikan, semua kendaraan ekstra.
Perlucutan senjata di wilayah Bosnia itu tidak penting bagimuslim Bosnia. Bagi mereka yang penting adalah pencabutan embargo persenjataan.
Perlucutan senjata di wilayah Bosnia itu tidak penting bagimuslim Bosnia. Bagi mereka yang penting adalah pencabutan embargo persenjataan.
(2)
Untuk
penumpang yang melimpah menjelang dan usai lebaran, telah disiapkan kendaraan
yang eukup. Pengusaha angkutan dihimbau mengoperasikan semua kendaraan ekstra. Perlucutan
senjata di wilayah Bosnia itu tidak penting bagi muslim Bosnia. Untuk
mereka yang penting adalah peneabutan embargo persenjataan.
Contoh (2)
tidak konsisten dengan kaidah yang berlaku. Sementara itu, contoh yang
konsisten adalah contoh (1).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar