“LAMPU BIOLUMINESENS”
A. LANDASAN TEORI RANCANGAN
Aspek Kimia Bioluminesens
Pada Kunang-Kunang
Kunang-kunang menghasilkan cahaya “dingin” yang
frekuensinya berbeda dengan cahaya inframerah dan ultraviolet. Cahaya yang
mempunyai panjang gelombang 510 – 670 nanometer itu bisa berwarna kuning,
hijau, atau merah pucat. Bagaimana cahaya indah tersebut dihasilkan?
Cahaya pada kunang-kunang dihasilkan dari
sebuah proses yang disebut bioluminesens, yang berarti penghasilan
cahaya oleh organisme. Kunang-kunang mempunyai pigmen yang disebut luciferin,
yang ketika bereaksi dengan oksigen akan menghasilkan cahaya. Enzim luciferase
bertindak sebagai katalisator yang akan mempercepat proses reaksi, sedangkan
Adenosin Tri Fosfat (ATP) berperan sebagai kofaktor enzim.
Alat penghasil cahaya pada kunang-kunang berupa
“sel-sel cahaya” atau photocyte yang tersusun dalam sebuah silinder di
bawah kutikula di antara trakea.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penghasilan
cahaya ini sudah pula diteliti oleh para ahli. Dreisig (1975) menjelaskan bahwa
penghasilan cahaya oleh kunang-kunang dipengaruhi oleh jam biologis
kunang-kunang, di samping dipicu oleh cahaya lingkungan. Kebanyakan
kunang-kunang memang mulai memancarkan cahayanya setelah petang menjelang malam
(Llyod, 1969). Suhu juga diduga sebagai salah satu faktor pemicu penghasilan
cahaya.
Cahaya yang dikeluarkan oleh kunang-kunang
sendiri berasal dari perut bagian bawah mereka. Cahaya dihasilkan oleh lapisan
kecil sel yang disebut photocytes yang terdiri dari beberapa lapis sel
reflektif yang dapat mengeluarkan cahaya berwarna kuning kehijauan. Secara
khusus, di dalam sel reflektif penghasil cahaya ini terdapat sebuah organel
yang disebut peroxizome. Bahan kimia yang terletak di dalam organel inilah yang
dapat menghasilkan cahaya. “Magnesium dan ATP dalam peroxizome akan bereaksi
dengan enzim yang dikenal sebagai luciferase dan protein luciferin. Kombinasi
ini akan menciptakan molekul yang sangat tidak stabil dan melepaskan energinya
dalam bentuk foton cahaya. Dan selanjutnya ketika oksigen masuk ke dalam
campuran ini, molekul akan kembali menjadi stabil sehingga cahaya pun menjadi
padam.”
Makhluk kecil ini menghasilkan cahaya dalam
tubuhnya meski ia tidak memiliki bola lampu. Meskipun tidak menggunakan
listrik, ia memiliki teknologi yang jauh lebih hebat. Teknologi ini lebih
efektif dari bola lampu yang mampu merubah sepuluh persen saja dari energinya
menjadi cahaya, sedangkan sembilan puluh persen sisanya berubah dan hilang
menjadi panas. Sebaliknya, kunang-kunang mampu menghasilkan hampir seratus
persen cahaya dari energi yang ada. Ini dikarenakan disain sempurna pada sistem
penghasil cahaya yang dimilikinya. Tubuhnya berisi zat kimia khusus bernama lusiferin,
dan enzim yang disebut lusiferase. Untuk menghasilkan cahaya, dua zat
kimia ini bercampur, dan percampuran ini menghasilkan energi dalam bentuk
cahaya. Molekul kompleks ini telah didesain secara khusus untuk memancarkan
cahaya. Penempatan setiap atom yang membentuk molekul tersebut telah ditentukan
sesuai dengan tujuan ini.
1.
B. KRITERIA
1.
UKURAN
Ukuran dari lampu bioluminesens ini dapat dibuat bervariasi sesuai dengan
kebutuhan misalnya untuk lampu tidur kita dapat menggunakan sebuah lampu yang
berukuran 45x30 cm karena tidak memerlukan cahaya yang terlalu terang. Namun
jika ingin digunakan sebagai penerang ruangan dapat mengkombinasikan beberapa
tabung lampu bakteri tersebut. Namun sebenarnya lampu bioluminesens lebih cocok digunakan sebegai lampu hias
dibandingkan sebagai penerangan mengingat cahaya yang dihasilkan tidak terlalu
terang. Secara umum ukuran lampu bakteri tersebut adalah:
a.
Panjang
: 45cm
b.
Lebar
:
30 cm
2.
KARAKTERISTIK
Untuk lampu bioluminesens ini warnanya sesuai dengan warna cahaya yang
dihasilkan oleh serangga pemberi inspirasi terhadap rancangan produk ini yaitu
kunang-kunang. Namun bisa saja warna lampu ini akan bervariasi ketika telah
diadakan penelitian lebih lanjut mengena penyebab cahaya yang dihasilkan
kunang-kunang berwarna kuning kehijauan sehingga warna cahaya yang dihasilkan lampu hias
bioluminesens bisa lebih bervariasi.
3.
BENTUK
Bentuk umum dari lampu bioluminesens adalah seperti gambar
desain / model prototype sebelumnya. Namun sebagai lampu hias tentunya akan
lebih baik jika modelnya lebih bervariasi sehingga lebih menarik untuk
dijadikan lampu hias. Adapun modelnya dapat kita buat dengan menggunakan tabung
lampu yang memiliki bentuk yang menarik.
C. KENDALA
a.
Peralatan dan bahan yang dibutuhkan masih sangat
sulit untuk didapatkan terutama dalam masalah sel photocytes, enzim dan protein
yang dibutuhkan karena harus melalui beberapa proses kimiawi dan biologis yang
cukup rumit.
b.
Menjaga agar
kondisi tabung tetap steril agar sel photocytes pada tabung tidak cepat
rusak.
c.
Cahaya
yang dihasilkan oleh lampu bioluminesens
tidak seterang cahaya dari lampu yang ada sekarang sehingga tidak cocok
digunakan sebagai penerangan.
D. OPTIMASI
1. Dapat terus berfungsi selama lapisan
sel photocytes yang terdapat pada tabung
belum rusak sehingga lampu tetap menyala ketika mendapat suplay enzim
luciferase dan protein luciferin dari tabung penampungan. Jadi kita dapat
memperkirakan masa pemakaian minimal sekitar 2 tahun.
2. Sebagian besar/ hampir seratus persen
energy yang digunakan diubah menjadi cahaya sehingga tidak membuang-buang
energy.
3. Tidak menyebabkan panas yang berlebih
karena cahaya yang dihasilkan merupakan cahaya dingin.
E. PANDUAN
1. Cara merancang :
a. Masukkan media hidup sel photocytes
kedalam tabung yang digunakan.
b. Masukkan pula sel-sel photocytes kedalam ruang tabung yang telah
diisi dengan media hidup , sebaiknya menggunakan tabung dari bahan yang dapat
memancarkan cahaya secara optimal agar pencahayaan bisa lebih terang.
c. Pada bagian belakang tabung dibuat
lubang yang nantinya digunakan untuk menghubungkan dengan tabung penampungan
enzim luciferase dan protein luciferin.
d. Hubungkan tabung lampu dengan tabung
penampungan menggunakan selang kaca yang telah dipasangi kran.
e. Pastikan agar ruang tabung tetap
steril agar sel-sel photocytes tidak mudah rusak.
f. Ketika akan menyalakan lampu buka
kran penghubung tabung lampu dengan tabung penampungan enzim (atur agar enzim
yang mengalir tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit).
2. Cara Kerja :
a. Prinsip kerja dari alat ini sama
seperti proses penghasilan cahaya oleh kunang-kunang. Dimana didalam tabung
lampu telah diisi dengan sel-sel photocytes dan media hidupnya.
b. Ketika kran yang dipasang pada pipa
penghubung tabung lampu dan tabung penampungan dibuka maka enzim luciferase dan
protein luciferin akan memasuki tabung lampu dengan jumlah yang dibutuhkan.
c. Ketika enzim luciferase dan protein
luciferin telah sampai kedalam tabung lampu maka akan terjadi reaksi kimia yang
kompleks dan dapat menghasilkan cahaya, yaitu Magnesium dan ATP dalam
peroxizome (sel photocytes) akan bereaksi dengan enzim luciferase dan protein
luciferin. Kombinasi ini akan menciptakan molekul yang sangat tidak stabil dan
melepaskan energinya dalam bentuk foton cahaya.
Aspek kimia bioluminesens pada
kunang-kunang
Kunang-kunang menghasilkan cahaya “dingin” yang frekuensinya berbeda dengan
cahaya inframerah dan ultraviolet. Cahaya yang mempunyai panjang gelombang 510
– 670 nanometer itu bisa berwarna kuning, hijau, atau merah pucat. Bagaimana
cahaya indah tersebut dihasilkan?
Cahaya pada kunang-kunang dihasilkan dari sebuah proses yang disebut bioluminesens,
yang berarti penghasilan cahaya oleh organisme. Kunang-kunang mempunyai pigmen
yang disebut luciferin, yang ketika bereaksi dengan oksigen akan
menghasilkan cahaya. Enzim luciferase bertindak sebagai katalisator
yang akan mempercepat proses reaksi, sedangkan Adenosin Tri Fosfat (ATP)
berperan sebagai kofaktor enzim.
Alat penghasil cahaya pada kunang-kunang berupa “sel-sel cahaya” atau photocyte
yang tersusun dalam sebuah silinder di bawah kutikula di antara trakea.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penghasilan cahaya ini sudah pula diteliti
oleh para ahli. Dreisig (1975) menjelaskan bahwa penghasilan cahaya oleh
kunang-kunang dipengaruhi oleh jam biologis kunang-kunang, di samping dipicu
oleh cahaya lingkungan. Kebanyakan kunang-kunang memang mulai memancarkan
cahayanya setelah petang menjelang malam (Llyod, 1969). Suhu juga diduga
sebagai salah satu faktor pemicu penghasilan cahaya.
Cahaya yang dikeluarkan oleh
kunang-kunang sendiri berasal dari perut bagian bawah mereka. Cahaya dihasilkan
oleh lapisan kecil sel yang disebut photocytes yang terdiri dari beberapa lapis
sel reflektif yang dapat mengeluarkan cahaya berwarna kuning kehijauan. Secara
khusus, di dalam sel reflektif penghasil cahaya ini terdapat sebuah organel
yang disebut peroxizome. Bahan kimia yang terletak di dalam organel inilah yang
dapat menghasilkan cahaya. Magnesium dan ATP dalam peroxizome akan bereaksi
dengan enzim yang dikenal sebagai luciferase dan protein luciferin. Kombinasi
ini akan menciptakan molekul yang sangat tidak stabil dan melepaskan energinya
dalam bentuk foton cahaya. Dan selanjutnya ketika oksigen masuk ke dalam
campuran ini, molekul akan kembali menjadi stabil sehingga cahaya pun menjadi
padam.
Makhluk kecil ini menghasilkan cahaya dalam
tubuhnya meski ia tidak memiliki bola lampu. Meskipun tidak menggunakan
listrik, ia memiliki teknologi yang jauh lebih hebat. Teknologi ini lebih
efektif dari bola lampu yang mampu merubah sepuluh persen saja dari energinya
menjadi cahaya, sedangkan sembilan puluh persen sisanya berubah dan hilang
menjadi panas. Sebaliknya, kunang-kunang mampu menghasilkan hampir seratus persen
cahaya dari energi yang ada. Ini dikarenakan disain sempurna pada sistem
penghasil cahaya yang dimilikinya. Tubuhnya berisi zat kimia khusus bernama lusiferin,
dan enzim yang disebut lusiferase. Untuk menghasilkan cahaya, dua zat
kimia ini bercampur, dan percampuran ini menghasilkan energi dalam bentuk
cahaya. Molekul kompleks ini telah didisain secara khusus untuk memancarkan
cahaya. Penempatan setiap atom yang membentuk molekul tersebut telah ditentukan
sesuai dengan tujuan ini. Tidak ada keraguan bahwa disain biokimia ini bukanlah
sebuah kebetulan. Ia sengaja diciptakan secara khusus oleh sang Pencipta.
Tapi, untuk apakah kunang-kunang membuat cahaya
melalui teknologi yang sedemikian maju. Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan
ini, kita harus mengamati lebih dekat sekawanan kunang-kunang. Sekelompok
kunang-kunang dalam jumlah besar, hingga ratusan ribu, di malam hari
memunculkan pemandangan yang membuat kita seolah sedang berjalan di bawah
bintang-bintang. Cahaya ini sangatlah penting bagi kunang-kunang sebagai alat
komunikasi. Sepanjang sejarah, manusia telah menggunakan berbagai sarana untuk
berkomunikasi. Salah satunya adalah sandi morse, yang terdiri atas kombinasi
sinyal panjang dan pendek, dan dipakai pada telegram. Kunang-kunang menggunakan
sinyal cahaya untuk berkomunikasi, cara yang menyerupai sandi morse.
Kunang-kunang jantan menyalakan dan memadamkan
cahayanya untuk mengirim pesan kepada sang betina. Pesan ini berisi kode
tertentu. Dan kunang-kunang betina menggunakan kode yang sama untuk mengirim
pesan balasan kepada sang jantan. Sebagai hasil dari pesan timbal-balik ini,
sang jantan dan betina mendekat satu sama lain. Sejak saat ia dilahirkan, tiap
kunang-kunang mengetahui bagaimana berkirim pesan dengan cara ini, dan
bagaimana memahami pesan yang dikirim oleh yang lain. Singkatnya, masing-masing
dari ribuan kunang-kunang yang kita lihat bersama di kegelapan malam adalah
sebuah keajaiban penciptaan.
Selama beberapa malam di Segitiga Bermuda,
pertunjukan cahaya tengah berlangsung. Beberapa saat setelah matahari
tenggelam, cahaya yang mempesona muncul di permukaan laut. Cahaya ini berasal
dari cacing laut betina yang sedang berada di permukaan. Sang betina
mencampurkan dua cairan kimia yang ia hasilkan dalam tubuhnya. Makhluk ini tahu
bagaimana menggunakan bahan-bahan kimia untuk memproduksi cahaya dengan cara
yang menakjubkan. Hasil akhirnya adalah sebuah pertunjukan cahaya yang
mengagumkan. Cacing betina melakukan ini untuk menarik perhatian sang jantan.
Makhluk yang sedang mendekat dengan cahaya kecilnya yang terang adalah cacing
laut jantan. Sepuluh menit kemudian, permukaan laut telah tertutupi oleh
ratusan betina yang memancarkan cahaya terang. Jika bulan keluar dari balik
awan dan menerangi permukaan laut, mereka kembali ke kedalaman lautan. Dua
puluh menit kemudian pertunjukan ini berakhir.
Jika kita ingin menyaksikan tempat sesungguhnya,
di mana binatang menggunakan cahaya untuk berkomunikasi, maka kita harus pergi
ke tempat paling gelap di bumi, yaitu dasar lautan. Kapal selam ini didisain
khusus untuk dapat menyelam hingga kedalaman enam ratus meter. Sinar matahari
tidak dapat menembus kedalaman di bawah dua ratus meter. Di sinilah tempat
paling gelap di bumi. Tekanannya dua puluh kali lebih tinggi dibandingkan di
permukaan laut. Anda mungkin berpikir bahwa tak ada yang mampu hidup dalam
kondisi ini. Namun sebuah pemandangan menakjubkan muncul ketika terlihat suatu
sinyal cahaya dari luar kapal selam. Tiba-tiba muncul cahaya dari kegelapan
dasar lautan, dengan kata lain terdapat makhluk-makhluk hidup yang menjawab
cahaya dengan cahaya, dan berkomunikasi dengan cara memancarkan cahaya dalam
kegelapan ini.
Di dasar lautan terdapat makhluk mengagumkan yang memancarkan
cahaya merah. Ia adalah seekor ubur-ubur yang memiliki tubuh lunak dan lembut.
Tak satu pun dari mereka memiliki akal atau kecerdasaan. Tidak juga mereka tahu
bagaimana cahaya dalam tubuh mereka terbentuk. Pertunjukan cahaya dari spesies
lain yang berada di bagian lebih atas menyerupai pertunjukan karya seni.
Pertunjukan ini dapat dinikmati sepenuhnya setelah lampu kapal selam dimatikan.
Pemandangan yang muncul adalah beragam makhluk mempesona yang bersinar dengan
cahaya yang dihasilkannya sendiri. Oleh karenanya, pertunjukan cahaya ini, yang
datang dari ratusan meter di bawah permukaan laut, sebenarnya mengungkapkan
kepada kita akan kekuasaan sang Pencipta. Dia menciptakannya secara khusus.
Segala sesuatu di darat dan di laut adalah kepunyaan-Nya. Dan Dia memiliki ilmu
dan pengetahuan yang tak terbatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar