Halaman

Jumat, 15 Juni 2012

obat






KULIT KELENGKENG SEBAGAI OBAT LUKA






PENGAMBILAN KEPUTUSAN DI TEKNOLOGI

A.      Pendahuluan



Lengkeng/kelengkeng merupakan buah yang tidak asing lagi bagi kita khususnya masyarakat Indonesia. Hal ini karena Asia memproduksi lebih dari 90% total produksi buah lengkeng dunia dan Indonesia termasuk salah satu negara penghasil lengkeng terbesar di Asia selain Thailand dan China. Dimasukkannya lengkeng sebagai salah satu Komoditas Binaan Ditjen Hortikultura di Indonesia menjadi bukti betapa pemerintah menaruh perhatian lebih kepada buah mungil yang satu ini.
Lengkeng (juga disebut kelengkeng, matakucing, atau longan, Dimocarpus longan, suku lerak-lerakan atau Sapindaceae) adalah tanaman buah-buahan yang berasal dari daratan Asia Tenggara. Pohon lengkeng dapat mencapai tinggi 40 m dan diameter batangnya hingga sekitar 1 m. Buah lengkeng ini berbentuk bulat, coklat kekuningan, permukaan kulitnya agak licin, berbutir-butir, berbintil kasar atau beronak, bergantung pada jenisnya. Daging buah (arilus) tipis berwarna putih dan agak bening. Pembungkus biji berwarna coklat kehitaman, mengkilat. Terkadang berbau agak keras. Pada daging buah ini terdapat kandungan sukrosa, glukosa, protein, lemak, vitamin A, vitamin B, asam tartarik, dan senyawa-senyawa kimia tumbuhan (fitokimia) lainnya yang berguna bagi kesehatan. Kombinasi dari senyawa-senyawa fitokimia ini melahirkan berbagai khasiat yang sangat bermanfaat bagi kita.
Buah lengkeng ini sangat disukai oleh masyarakat Indonesia karena rasanya enak, manis, dan menyegarkan. Banyak yang menyajikan buah ini sebagai hidangan pencuci mulut, atau dikonsumsi sebagai cemilan di kala ngobrol atau menonton televisi. Namun sayangnya, mereka hanya dapat memanfaatkan secara maksimal daging buah lengkeng. Bagian lain dari lengkeng tersebut, seperti kulitnya dibuang dan hanya menjadi sampah yang tak berguna sama sekali. Padahal berdasarkan penelitian yang telah dilakukan kulit lengkeng memiliki kandungan kimia yang dapat digunakan sebagai obat luka.
Kandungan kimia dalam kulit kelengkeng adalah asam galat, glikosida flavon, dan hidroksinamat dengan kandungan utama flavon berupa kuersetin dan kaemferol. Senyawa-senyawa kimia tersebut dapat berperan sebagai antibakteri, antioksidan, dan toksik terhadap bakteri. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, tanaman lengkeng/kelengkeng terbukti mempunyai senyawa bioaktif yang dapat dimanfaatkan, terutama pada bagian kulitnya. Pada kulit kelengkeng terdapat aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
Namun, sampai saat ini kulit kelengkeng belum banyak dimanfaatkan oleh  masyarakat dan hanya berakhir sebagai limbah. Oleh karena itu, saya mencoba merancang sebuah produk yang berasal dari kulit lengkeng. Selain meningkatkan nilai guna dari kulit lengkeng tersebut, rancangan produk ini juga diharapkan bisa memberikan nilai ekonomis tertentu.

B.     Cara Pembuatan Produk
Dalam membuat atau mengolah kulit kelengkeng sebagai obat luka bakar, maka perlu dilakukan cara sebagai berikut:
1.      Ambil kulit kelengkeng.
  1. Bakar kulit kelengkeng tersebut hingga menjadi arang.
  2. Haluskan dengan cara ditumbuk atau digerus.
  3. Tambahkan minyak tung (Aleuritis fordii).
  4. Jika tidak ada (Aleuritis fordii), maka bisa diganti dengan minyak zaitun secukupnya.
  5. Ramuan siap dikemas dalam bentuk tablet atau ellips dan siap digunakan sebagai obat luar untuk luka bakar.
C.    Rancangan Produk
1.      Model
Model adalah berupa penggambaran suatu masalah dapat berupa grafik, gambar, data atau hubungan matematik.
2.      Kriteria
Kriteria adalah yang menjadi tujuan atau objektif dari suatu pengambilan keputusan. Adapun kriteria yang terdapat dalam produk ini adalah sebagai berikut:
a.       Massa kapsul adalah ±250-300 mg/tablet
b.      Secara umum, cangkang kapsul dapat dibuat dari pati, gelatin, atau bahan lainnya yang sesuai. Berbeda dengan kapsul lunak, pembuatan kapsul keras khususnya yang berasal dari gelatin dapat dilakukan secara terpisah yakni pembuatan cangkang yang dilanjutkan dengan pengisisian serbuk obat yang berasal dari kulit kelengkeng yang telah diolah sebelumnya.
Selain gelatin, cangkang kapsul juga dapat dibuat dari pati dan tepung gandum dan digunakan untuk mewadahi bahan obat berbentuk serbuk. Kapsul pati ini, memiliki silinder tertutup satu muka atau mangkuk kecil (garis tengah 15-25 mm dan tinggi 10 mm).

c.       Gelatin
Di Indonesia, gelatin masih merupakan barang impor, negera pengimpor utama adalah Eropa dan Amerika. Menurut data BPS 1997, secara umum terjadi pemanfaatan dalam industri pangan dan farmasi. Dalam industri farmasi, gelatin digunakan sebagai bahan pembuat kapsul. Dalam industri pangan, gelatin pun sekarang marak digunakan.
Gelatin adalah produk alami yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen. Gelatin merupakan protein yang larut yang bisa bersifat sebagai gelling agent (bahan pembuat gel) atau sebagai non gelling agent. Sumber bahan baku gelatin dapat berasal dari sapi (tulang dan kulit jangat), babi (hanya (kulit) dan ikan (kulit). Karena gelatin merupakan produk alami, maka diklasifikasikan sebagai bahan pangan bukan bahan tambahan pangan.
3.      Kendala
Kendala adalah faktor yang bersifat membatasi ruang gerak pengambilan keputusan. Oleh karena itu kita harus memperhatikan kendala yang ada. Adapun kendala pada produk ini adalah kita tidak dapat meminum kapsul ini secara langsung karena produk tersebut belum menjalani uji laboratorium secara langsung. Selain itu, belum ada penelitian yang membolehkan untuk memakan kulit lengkeng yang sudah dibakar ini.
4.      Optimasi
Seperti halnya kapsul-kapsul yang lain, masa kadaluarsa kapsul ini sekitar 2-3 tahun. Akan tetapi, apabila kemasannya sudah di buka, biasanya bisa di gunakan paling lama 1-3 bulan. Dengan ekspektasi sekitar 1 bulan.
5.      Panduan
Cara penggunaan kapsul yang berasal dari kulit kelengkeng ini sangatlah sederhana. Ujung kapsul dapat digunting atau kapsulnya dapat dibuka secara perlahan-lahan. Setelah itu, isi kapsul tersebut dioleskan pada luka bakar.




lampu tanpa listrik

“LAMPU BIOLUMINESENS”

A.    LANDASAN TEORI RANCANGAN
Aspek Kimia Bioluminesens Pada Kunang-Kunang
Kunang-kunang menghasilkan cahaya “dingin” yang frekuensinya berbeda dengan cahaya inframerah dan ultraviolet. Cahaya yang mempunyai panjang gelombang 510 – 670 nanometer itu bisa berwarna kuning, hijau, atau merah pucat. Bagaimana cahaya indah tersebut dihasilkan?
Cahaya pada kunang-kunang dihasilkan dari sebuah proses yang disebut bioluminesens, yang berarti penghasilan cahaya oleh organisme. Kunang-kunang mempunyai pigmen yang disebut luciferin, yang ketika bereaksi dengan oksigen akan menghasilkan cahaya. Enzim luciferase bertindak sebagai katalisator yang akan mempercepat proses reaksi, sedangkan Adenosin Tri Fosfat (ATP) berperan sebagai kofaktor enzim.
Alat penghasil cahaya pada kunang-kunang berupa “sel-sel cahaya” atau photocyte yang tersusun dalam sebuah silinder di bawah kutikula di antara trakea.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penghasilan cahaya ini sudah pula diteliti oleh para ahli. Dreisig (1975) menjelaskan bahwa penghasilan cahaya oleh kunang-kunang dipengaruhi oleh jam biologis kunang-kunang, di samping dipicu oleh cahaya lingkungan. Kebanyakan kunang-kunang memang mulai memancarkan cahayanya setelah petang menjelang malam (Llyod, 1969). Suhu juga diduga sebagai salah satu faktor pemicu penghasilan cahaya.
Cahaya yang dikeluarkan oleh kunang-kunang sendiri berasal dari perut bagian bawah mereka. Cahaya dihasilkan oleh lapisan kecil sel yang disebut photocytes yang terdiri dari beberapa lapis sel reflektif yang dapat mengeluarkan cahaya berwarna kuning kehijauan. Secara khusus, di dalam sel reflektif penghasil cahaya ini terdapat sebuah organel yang disebut peroxizome. Bahan kimia yang terletak di dalam organel inilah yang dapat menghasilkan cahaya. “Magnesium dan ATP dalam peroxizome akan bereaksi dengan enzim yang dikenal sebagai luciferase dan protein luciferin. Kombinasi ini akan menciptakan molekul yang sangat tidak stabil dan melepaskan energinya dalam bentuk foton cahaya. Dan selanjutnya ketika oksigen masuk ke dalam campuran ini, molekul akan kembali menjadi stabil sehingga cahaya pun menjadi padam.”
Makhluk kecil ini menghasilkan cahaya dalam tubuhnya meski ia tidak memiliki bola lampu. Meskipun tidak menggunakan listrik, ia memiliki teknologi yang jauh lebih hebat. Teknologi ini lebih efektif dari bola lampu yang mampu merubah sepuluh persen saja dari energinya menjadi cahaya, sedangkan sembilan puluh persen sisanya berubah dan hilang menjadi panas. Sebaliknya, kunang-kunang mampu menghasilkan hampir seratus persen cahaya dari energi yang ada. Ini dikarenakan disain sempurna pada sistem penghasil cahaya yang dimilikinya. Tubuhnya berisi zat kimia khusus bernama lusiferin, dan enzim yang disebut lusiferase. Untuk menghasilkan cahaya, dua zat kimia ini bercampur, dan percampuran ini menghasilkan energi dalam bentuk cahaya. Molekul kompleks ini telah didesain secara khusus untuk memancarkan cahaya. Penempatan setiap atom yang membentuk molekul tersebut telah ditentukan sesuai dengan tujuan ini.



1. 


B.    KRITERIA
1.       UKURAN
Ukuran dari lampu bioluminesens ini dapat dibuat bervariasi sesuai dengan kebutuhan misalnya untuk lampu tidur kita dapat menggunakan sebuah lampu yang berukuran 45x30 cm karena tidak memerlukan cahaya yang terlalu terang. Namun jika ingin digunakan sebagai penerang ruangan dapat mengkombinasikan beberapa tabung lampu bakteri tersebut. Namun sebenarnya lampu  bioluminesens  lebih cocok digunakan sebegai lampu hias dibandingkan sebagai penerangan mengingat cahaya yang dihasilkan tidak terlalu terang. Secara umum ukuran lampu bakteri tersebut adalah:
a.      Panjang      : 45cm
b.      Lebar         : 30 cm

2.       KARAKTERISTIK
Untuk lampu bioluminesens ini warnanya sesuai dengan warna cahaya yang dihasilkan oleh serangga pemberi inspirasi terhadap rancangan produk ini yaitu kunang-kunang. Namun bisa saja warna lampu ini akan bervariasi ketika telah diadakan penelitian lebih lanjut mengena penyebab cahaya yang dihasilkan kunang-kunang berwarna kuning kehijauan sehingga warna cahaya yang dihasilkan lampu hias  bioluminesens bisa lebih bervariasi.

3.       BENTUK
Bentuk umum dari lampu  bioluminesens adalah seperti gambar desain / model prototype sebelumnya. Namun sebagai lampu hias tentunya akan lebih baik jika modelnya lebih bervariasi sehingga lebih menarik untuk dijadikan lampu hias. Adapun modelnya dapat kita buat dengan menggunakan tabung lampu yang memiliki bentuk yang menarik.

C.   KENDALA
a.       Peralatan dan bahan yang dibutuhkan masih sangat sulit untuk didapatkan terutama dalam masalah sel photocytes, enzim dan protein yang dibutuhkan karena harus melalui beberapa proses kimiawi dan biologis yang cukup rumit.
b.      Menjaga agar  kondisi tabung tetap steril agar sel photocytes pada tabung tidak cepat rusak.
c.       Cahaya yang dihasilkan oleh lampu bioluminesens tidak seterang cahaya dari lampu yang ada sekarang sehingga tidak cocok digunakan sebagai penerangan.

D.     OPTIMASI
1.      Dapat terus berfungsi selama lapisan sel  photocytes yang terdapat pada tabung belum rusak sehingga lampu tetap menyala ketika mendapat suplay enzim luciferase dan protein luciferin dari tabung penampungan. Jadi kita dapat memperkirakan masa pemakaian minimal sekitar 2 tahun.
2.      Sebagian besar/ hampir seratus persen energy yang digunakan diubah menjadi cahaya sehingga tidak membuang-buang energy.
3.      Tidak menyebabkan panas yang berlebih karena cahaya yang dihasilkan merupakan cahaya dingin.

E.     PANDUAN
1.      Cara merancang :
a.    Masukkan media hidup sel photocytes kedalam tabung yang digunakan.
b.    Masukkan pula sel-sel  photocytes kedalam ruang tabung yang telah diisi dengan media hidup , sebaiknya menggunakan tabung dari bahan yang dapat memancarkan cahaya secara optimal agar pencahayaan bisa lebih terang.
c.    Pada bagian belakang tabung dibuat lubang yang nantinya digunakan untuk menghubungkan dengan tabung penampungan enzim luciferase dan protein luciferin.
d.    Hubungkan tabung lampu dengan tabung penampungan menggunakan selang kaca yang telah dipasangi kran.
e.    Pastikan agar ruang tabung tetap steril agar sel-sel photocytes tidak mudah rusak.
f.     Ketika akan menyalakan lampu buka kran penghubung tabung lampu dengan tabung penampungan enzim (atur agar enzim yang mengalir tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit).
2.      Cara Kerja :
a.    Prinsip kerja dari alat ini sama seperti proses penghasilan cahaya oleh kunang-kunang. Dimana didalam tabung lampu telah diisi dengan sel-sel photocytes dan media hidupnya.
b.    Ketika kran yang dipasang pada pipa penghubung tabung lampu dan tabung penampungan dibuka maka enzim luciferase dan protein luciferin akan memasuki tabung lampu dengan jumlah yang dibutuhkan.
c.    Ketika enzim luciferase dan protein luciferin telah sampai kedalam tabung lampu maka akan terjadi reaksi kimia yang kompleks dan dapat menghasilkan cahaya, yaitu Magnesium dan ATP dalam peroxizome (sel photocytes) akan bereaksi dengan enzim luciferase dan protein luciferin. Kombinasi ini akan menciptakan molekul yang sangat tidak stabil dan melepaskan energinya dalam bentuk foton cahaya.






Aspek kimia bioluminesens pada kunang-kunang
Kunang-kunang menghasilkan cahaya “dingin” yang frekuensinya berbeda dengan cahaya inframerah dan ultraviolet. Cahaya yang mempunyai panjang gelombang 510 – 670 nanometer itu bisa berwarna kuning, hijau, atau merah pucat. Bagaimana cahaya indah tersebut dihasilkan?
Cahaya pada kunang-kunang dihasilkan dari sebuah proses yang disebut bioluminesens, yang berarti penghasilan cahaya oleh organisme. Kunang-kunang mempunyai pigmen yang disebut luciferin, yang ketika bereaksi dengan oksigen akan menghasilkan cahaya. Enzim luciferase bertindak sebagai katalisator yang akan mempercepat proses reaksi, sedangkan Adenosin Tri Fosfat (ATP) berperan sebagai kofaktor enzim.
Alat penghasil cahaya pada kunang-kunang berupa “sel-sel cahaya” atau photocyte yang tersusun dalam sebuah silinder di bawah kutikula di antara trakea.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penghasilan cahaya ini sudah pula diteliti oleh para ahli. Dreisig (1975) menjelaskan bahwa penghasilan cahaya oleh kunang-kunang dipengaruhi oleh jam biologis kunang-kunang, di samping dipicu oleh cahaya lingkungan. Kebanyakan kunang-kunang memang mulai memancarkan cahayanya setelah petang menjelang malam (Llyod, 1969). Suhu juga diduga sebagai salah satu faktor pemicu penghasilan cahaya.

Cahaya yang dikeluarkan oleh kunang-kunang sendiri berasal dari perut bagian bawah mereka. Cahaya dihasilkan oleh lapisan kecil sel yang disebut photocytes yang terdiri dari beberapa lapis sel reflektif yang dapat mengeluarkan cahaya berwarna kuning kehijauan. Secara khusus, di dalam sel reflektif penghasil cahaya ini terdapat sebuah organel yang disebut peroxizome. Bahan kimia yang terletak di dalam organel inilah yang dapat menghasilkan cahaya. Magnesium dan ATP dalam peroxizome akan bereaksi dengan enzim yang dikenal sebagai luciferase dan protein luciferin. Kombinasi ini akan menciptakan molekul yang sangat tidak stabil dan melepaskan energinya dalam bentuk foton cahaya. Dan selanjutnya ketika oksigen masuk ke dalam campuran ini, molekul akan kembali menjadi stabil sehingga cahaya pun menjadi padam.
 

Makhluk kecil ini menghasilkan cahaya dalam tubuhnya meski ia tidak memiliki bola lampu. Meskipun tidak menggunakan listrik, ia memiliki teknologi yang jauh lebih hebat. Teknologi ini lebih efektif dari bola lampu yang mampu merubah sepuluh persen saja dari energinya menjadi cahaya, sedangkan sembilan puluh persen sisanya berubah dan hilang menjadi panas. Sebaliknya, kunang-kunang mampu menghasilkan hampir seratus persen cahaya dari energi yang ada. Ini dikarenakan disain sempurna pada sistem penghasil cahaya yang dimilikinya. Tubuhnya berisi zat kimia khusus bernama lusiferin, dan enzim yang disebut lusiferase. Untuk menghasilkan cahaya, dua zat kimia ini bercampur, dan percampuran ini menghasilkan energi dalam bentuk cahaya. Molekul kompleks ini telah didisain secara khusus untuk memancarkan cahaya. Penempatan setiap atom yang membentuk molekul tersebut telah ditentukan sesuai dengan tujuan ini. Tidak ada keraguan bahwa disain biokimia ini bukanlah sebuah kebetulan. Ia sengaja diciptakan secara khusus oleh sang Pencipta.
Tapi, untuk apakah kunang-kunang membuat cahaya melalui teknologi yang sedemikian maju. Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan ini, kita harus mengamati lebih dekat sekawanan kunang-kunang. Sekelompok kunang-kunang dalam jumlah besar, hingga ratusan ribu, di malam hari memunculkan pemandangan yang membuat kita seolah sedang berjalan di bawah bintang-bintang. Cahaya ini sangatlah penting bagi kunang-kunang sebagai alat komunikasi. Sepanjang sejarah, manusia telah menggunakan berbagai sarana untuk berkomunikasi. Salah satunya adalah sandi morse, yang terdiri atas kombinasi sinyal panjang dan pendek, dan dipakai pada telegram. Kunang-kunang menggunakan sinyal cahaya untuk berkomunikasi, cara yang menyerupai sandi morse.
Kunang-kunang jantan menyalakan dan memadamkan cahayanya untuk mengirim pesan kepada sang betina. Pesan ini berisi kode tertentu. Dan kunang-kunang betina menggunakan kode yang sama untuk mengirim pesan balasan kepada sang jantan. Sebagai hasil dari pesan timbal-balik ini, sang jantan dan betina mendekat satu sama lain. Sejak saat ia dilahirkan, tiap kunang-kunang mengetahui bagaimana berkirim pesan dengan cara ini, dan bagaimana memahami pesan yang dikirim oleh yang lain. Singkatnya, masing-masing dari ribuan kunang-kunang yang kita lihat bersama di kegelapan malam adalah sebuah keajaiban penciptaan.
Selama beberapa malam di Segitiga Bermuda, pertunjukan cahaya tengah berlangsung. Beberapa saat setelah matahari tenggelam, cahaya yang mempesona muncul di permukaan laut. Cahaya ini berasal dari cacing laut betina yang sedang berada di permukaan. Sang betina mencampurkan dua cairan kimia yang ia hasilkan dalam tubuhnya. Makhluk ini tahu bagaimana menggunakan bahan-bahan kimia untuk memproduksi cahaya dengan cara yang menakjubkan. Hasil akhirnya adalah sebuah pertunjukan cahaya yang mengagumkan. Cacing betina melakukan ini untuk menarik perhatian sang jantan. Makhluk yang sedang mendekat dengan cahaya kecilnya yang terang adalah cacing laut jantan. Sepuluh menit kemudian, permukaan laut telah tertutupi oleh ratusan betina yang memancarkan cahaya terang. Jika bulan keluar dari balik awan dan menerangi permukaan laut, mereka kembali ke kedalaman lautan. Dua puluh menit kemudian pertunjukan ini berakhir.
Jika kita ingin menyaksikan tempat sesungguhnya, di mana binatang menggunakan cahaya untuk berkomunikasi, maka kita harus pergi ke tempat paling gelap di bumi, yaitu dasar lautan. Kapal selam ini didisain khusus untuk dapat menyelam hingga kedalaman enam ratus meter. Sinar matahari tidak dapat menembus kedalaman di bawah dua ratus meter. Di sinilah tempat paling gelap di bumi. Tekanannya dua puluh kali lebih tinggi dibandingkan di permukaan laut. Anda mungkin berpikir bahwa tak ada yang mampu hidup dalam kondisi ini. Namun sebuah pemandangan menakjubkan muncul ketika terlihat suatu sinyal cahaya dari luar kapal selam. Tiba-tiba muncul cahaya dari kegelapan dasar lautan, dengan kata lain terdapat makhluk-makhluk hidup yang menjawab cahaya dengan cahaya, dan berkomunikasi dengan cara memancarkan cahaya dalam kegelapan ini.
 Di dasar lautan terdapat makhluk mengagumkan yang memancarkan cahaya merah. Ia adalah seekor ubur-ubur yang memiliki tubuh lunak dan lembut. Tak satu pun dari mereka memiliki akal atau kecerdasaan. Tidak juga mereka tahu bagaimana cahaya dalam tubuh mereka terbentuk. Pertunjukan cahaya dari spesies lain yang berada di bagian lebih atas menyerupai pertunjukan karya seni. Pertunjukan ini dapat dinikmati sepenuhnya setelah lampu kapal selam dimatikan. Pemandangan yang muncul adalah beragam makhluk mempesona yang bersinar dengan cahaya yang dihasilkannya sendiri. Oleh karenanya, pertunjukan cahaya ini, yang datang dari ratusan meter di bawah permukaan laut, sebenarnya mengungkapkan kepada kita akan kekuasaan sang Pencipta. Dia menciptakannya secara khusus. Segala sesuatu di darat dan di laut adalah kepunyaan-Nya. Dan Dia memiliki ilmu dan pengetahuan yang tak terbatas.